Loading...
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN DENGAN RUPTUR LIEN

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN DENGAN RUPTUR LIEN

08.36 Add Comment
Hasil gambar untuk LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN DENGAN RUPTUR LIEN

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN DENGAN RUPTUR LIEN

A.  Definisi
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja  (Smeltzer, 2001).
Ruptur lien merupakan kondisi rusaknya lien akibat suatu dampak penting kepada lien dari beberapa sumber. Dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, ataupun trauma sewaktu operasi (R.sjamsuhidajat&Wim de jong, 2005).
Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan atau pecahnya lien yang merupakan organ lunak yang dapat bergerak, yang terjadi karena trauma tumpul, secara langsung atautidak langsung (R sjamsuhidayat & Wim de jong, 2005).

B.   Etiologi
·      Trauma abdomen disebabkan oleh trauma tumpul
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi ataupun crush injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun organ berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis.
Lien merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau trauma thoraks kiri bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati, dan pankreas. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur dan olahraga kontak seperti judo, karate dan silat.
Ruptur lien yang lambat dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma. Pada separuh kasus masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini karena adanya tamponade sementara pada laserasi kecil, atau adanya hematom subkapsuler yang membesar secara lambat dan kemudian pecah.

C.  Tanda dan Gejala
1.   Anemia
2.   Syok
3.   Takikardi
4.   Hipotensi
5.   Tanda Kehrs adalah nyeri perut kuadran kiri atas atau punggung kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
6.   Perkusi terdapat bunyi pekak akibat adanya hematom subkapsular atau omentum yang membungkus suatu hematoma ekstrakapsular disebut tanda Ballance



D.  Patofisiologi

E.   Komplikasi :
  1. Trombosis Vena
  2. Emboli Pulmonar
  3. Perdarahan
  4. Pneumonia
  5. Sepsis
  6. Syok
  7. peritonitis, (Catherino, 2003)
F.   Pemeriksaan Diagnostik
1.    Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu biasanya didapat leukositosis. Pemeriksaan kadar Hb, hematokrit, leukosit dan urinalisis. Bila terjadi perdarahan akan menurunkan Hb dan hematokrit serta terjadi leukositosis.
2.    CT scan
CT Scan merupakan pemeriksaan pilihan utama. Pendarahan dan hematom akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya dibanding lien. Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam lien menunjukkan hematom atau laserasi, dan area seperti bulan sabit abnormal pada tepi lien menunjukkan subkapular hematom.
3.    USG Abdomen
Penggunaan USG limpa dalam pemeriksaan trauma tumpul abdomen adalah untuk mengetahui adanya darah dalam kuadran kiri atas.


G.  Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilaksanakan dengan memeriksa dulu keadaan umum penderita (status generalis) untuk evaluasi keadaan sistim pemafasan, sistim kardiovaskuler dan sistim saraf yang merupakan sistim vital untuk kelangsungan kehidupan.
Pemeriksaan keadaan lokal (status lokalis abdomen) pada derita dilaksanakan secara sistematis dengan inspeksi, palpa perkusi dan auskultasi.
Inspeksi : 
·      Penderita kesakitan.
·      Pernafasan dangkal karena nyeri daerah abdomen.
·      Penderita pucat, keringat dingin.
·      Bekas-bekas trauma pada dinding abdomen, memar, luka, lapisan usus.

Palpasi : Akut abdomen memberikan rangsangan pada peritoneum melalui peradangan atau iritasi peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari luasnya daerah yang terkena iritasi.
Palpasi akan menunjukkan 2 gejala :

·      Perasaan nyeri → Perasaan nyeri yang memang sudah ada terus menerus akan bertambah pada waktu palpasi sehingga dikenal gejala nyeri tekan dan nyeri lepas.
·      Kejang otot (muscular rigidity, defense musculaire) → Kejang otot yang ditimbulkan karena rasa nyeri yang karena rangsangan palpasi bertambah sehingga secara refleks terjadi kejang otot.
Perkusi: Perkusi pada akut abdomen dapat menunjukkan
·      Perasaan nyeri oleh ketokan pada jari. Ini disebut sebagai nyeri ketok.
AuskultasiAuskultasi tidak memberikan gejala karena pada akut abdomen terjadi perangsangan peritoneum yang secara refleks akan mengakibatkan ileus paralitik.

H.  Penatalaksanaan Ruptur Lien
Penatalaksanaan secara tradisional adalah splenektomi. Akan tetapi, splenektomi sedapat mungkin dihindari, terutama pada anak-anak, untuk menghindari kerentanan permanen terhadap infeksi. Kebanyakan laserasi kecil dan sedang pada pasien stabil, terutama anak-anak, ditatalaksana dengan observasi dan transfusi. Kegagalan dalam penatalaksanaan obsevatif lebih sering terjadi pada trauma grade III, IV, dan V daripada grade I dan II. Pada banyak penelitian, embolisasi arteri lienalis telah dijelaskan menggunakan berbagai pendekatan. Satu poin utama dalam pembahasan tentang perbedaan antara embolisasi arteri lienalis utama, embolisasi arteri lienalis selektif atau superselektif, dan embolisasi arteri lienalis di berbagai tempat. Embolisasi ini menghambat aliran pada pembuluh yang mengalami perdarahan. Jika pembedahan diperlukan, lien dapat diperbaiki secara bedah. Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada keadaan rupture lien meliputi splenorafi dan splenektomi.
a.    Splenorafi
Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yang fungsional dengan teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam. Tindak bedah ini terdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul lien yang terluka. Jika penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat ditambahkan dengan pemasangan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.
b.    Splenektomi
Mengingat fungsi filtrasi lien, indikasi splenektomi harus dipertimbangkan benar. Selain itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan. Eksposisi lien sering tidak mudah karena splenomegali biasanya disertai dengan perlekatan pada diafragma. Pengikatan a.lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna.
Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan lien yang tidak dapat diatasi dengan splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi parsial bisa terdiri dari eksisi satu segmen yang dilakukan jika ruptur lien tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera masih vital. Tapi splenektomi tetap merupakan terapi bedah utama dan memiliki tingkat kesuksesan paling tinggi.

Pengangkatan lien dapat dilakukan pada kondisi berikut :
1.     Pecahnya lien dalam kecelakaan karena lien tidak dapat dijahit karena sangat vaskular dan rapuh oleh karena itu untuk menyelamatkan lien pasien harus diangkat.
2.     Pada penyakit kronis misalnya malaria, lien sangat membesar sehingga menghasilkan ketidaknyamanan kepada pasien karena itu lien harus diangkat.
Efek Pengangkatan Lien :
1.    Sel darah merah harus benar-benar dihitung (seharusnya mengalami peningkatan sel darah merah) karena penghancuran sel darah merah oleh lien terhenti, tapi mengejutkan karena jumlah sel darah merah yang dihitung akan sedikit berkurang yaitu anemia ringan.
2.    Sel darah putih dan trombosit akan meningkat.
3.    Mekanisme pertahanan oleh sistem kekebalan tubuh akan kurang.
4.    Tidak akan ada pertahanan terhadap tetanus karena lien satu-satunya tempat di mana ada  kekebalan terhadap tetanus.
Seperti yang terlihat dari poin di atas setelah pengangkatan lien orang dapat hidup normal, kecuali dia harus sangat berhati-hati terhadap infeksi tetanus.

I.     Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :
1        Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala,nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran,masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
2        Sirkulasi
DataObyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,hiperventilasi, dll).
3        Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkahlaku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4        Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandungkemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5        Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, danmengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6        Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara,vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan statusmental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7        Nyeri dan kenyamanan
DataSubyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis,gelisah, merintih.
8        Pernafasan
DataSubyektif : Perubahan pola nafas
9        Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru /trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasigangguan kognitif, gangguan rentang gerak.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
2.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.











J.    Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Nyeri akut
berhubungan dengan:
Diskontinuitas jaringan
DS:
·      Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi diperut bagian bawah rasanya seperti ditusuk–tusuk jarum, skala nyeri 4.
P:setelah dilakukan operasi
Q:nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum
R: perut bagian bawah
S: skala nyeri 4
T:saat batuk atau bersin atau saat dibuat gerak
DO:
·      k/u: lemah
·      Grimace +
·  Skala nyeri 4
·  Terdapat luka bekas operasi di perut bagian bawah dengan balutan luka basah, warna kekuningan, berbau.
·  Produksi drain terakhir 100 cc berwarna merah (belum dibuang)
·  TTV:
TD: 130/70 mmHg 
N : 86 x/m
S :36,5  oC
NOC :
a.    Pain Level,
b.    Pain control,
c.    Comfort level
    Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama 2x24jam Pasien mengatakan nyeri berkurang
d.    Kriteria hasil:
· Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
· Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
· Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
· Tanda vital dalam rentang normal
· Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :
a.       kajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b.      ajarkan tehnik mengurangi nyeri dengan menekan luka dengan bantal saat batuk atau saat bersin
c.       ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
d.      berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
e.       anjurkan istirahat yang cukup
f.       berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
g.      ukur tanda – tanda vital


Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Anoreksia.
DS:
·  Pasien mengatakan makan terasa tidak enak dan terkadang merasa mual

DO:
·  k/u : lemah
·  TTV:
TD: 130/70 mmHg
N :  86 x/m
S :36,5 oC
·   Porsi makan rumah sakit tidak habis ± 5-6 sendok makan
·   Diit bubur TETP
·  TL : 47 cm
·   TB estimasi 156,01 cm
·   BB ideal : 56,01kg
·   LLA : 16 cm
·   Lemak subcutan tipis
·   Hasil skrining status gizi buruk
 
NOC:
a.    Nutritional status: Adequacy of nutrient
b.    Nutritional Status : food and Fluid Intake
c.    Weight Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien menunjukkan kebutuhan.nutrisi terpenuhi
d.   Kriteria hasil:
·      Berat badan dalam batas ideal
·      Menunjukkan peningkatan nafsu makan
·      Porsi makan habis

NIC :
a.       kaji adanya alergi makanan
b.      kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c.       ukur adanya penurunan BB
d.      jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan
e.       kaji turgor kulit
f.       kaji mual dan muntah
g.      beri informasi pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi.
h.      kolaborasi dengan tim medis dalam pemberiann anti emetik
i.        anjurkan pasien minum kurang lebih 1,5-2 liter/24 jam









Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :
Kelemahan umum
DS:
·  Pasien mengatakan lemas, dan sulit bergerak bebas.
DO :
·  k/u : lemah
·   Motorik           3      3
 

                         2      2
·   Sensorik           +     +
 

                          +     +
·   Bedrest total
·  Tingkat ketergantungan : total
·  TTV:
TD: mmHg
N :  x/m
S : oC
NOC :
a.   Self Care : ADLs
b.  Toleransi aktivitas
c.   Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam kebuthan aktifitas pasien dapat terpenuhi
d.  Kriteria Hasil :
· Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
· Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
· Keseimbangan aktivitas dan istirahat
NIC :
a.       kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.
b.      monitor nutrisi  dan sumber energi yang adekuat.
c.       bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
d.      bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek..
e.       bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas.
f.       bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
g.      bantu pasien dalam melakukan mobilisasi bertahap